Entah
apa yang ada di pikiranku saat itu , aku mengikuti dan menyamar menjadi anak
sekolahan di sekolah bocah ingusan itu demi mengambil sebuah handphone milikku.
Menyamar
dengan style saat aku masih SMA dulu. Rambut kucir 2 dengan menggunakan
kacamata hitam yang besar , sambil menunggu bocah tersebut datang. Ramai-ramai
suara gadis ini menyorakki saat 3 anak SMA lainnya datang.
Dan,
ya inilah bocah yang kutunggu-tunggu. Tidak di sangka ternyata bocah ini
termasuk famous di kalangan sekolahnya ini. “Apa sih gantengnya dia” batinku.
Ketika
bocah dan kedua temannya ini berjalan mengarahkan kaki ke arahku , dia melihat
seolah dia mengenal penyamaranku. Kedua temannya binggung melihat ku.
“Kamu
bukan kalangan famous di sekolahan ini kan ?”
“ekkh.saya
senior kalian 2 tingkat di atas kalian.”
“aku
seperti tidak pernah melihatmu di sekolahan ini” ucap temennya satu lagi.
“Dia bukan anak sekolahan , dia sudah tua ,
dia seorang wanita yang sudah bekerja, namun aku jatuh cinta padanya” ucap
pria bocah ingusan ini pada kedua temannya.
(tiba-tiba
bel berbunyi menandakan upacara)
Selesai
dari upacara tersebut , akhirnya bocah ingusan ini mengembalikan handphone ku. Setelahnya
bocah ingusan ini menantangku untuk bolos dari kelas, dan mengajakku ke lab
sains milik sekolah ini.
“aku
senang dengan lab sains. Ketika aku masih sekolahan , aku selalu menghabiskan
waktuku di lab sains ini. karena setiap di jendela lab sains ini , aku bisa
melihat lapangan basket , dan melihat permainan Raka setiap kali bermain
basket.” Curhatku tanpa sengaja pada bocah tersebut.
Mendengar
curcol ku tersebut , bocah ini mengajakku bermain ke lapangan basket dan
bermain basket sekelak. Sejenak aku merasakan indahnya dunia SMA tersebut.
Namun
aku tersadar dompetku ketinggalan di lab sains ini. kami pun kembali ke lab
sains ini untuk mencari dompetku. Dan aku berusaha mencari dompet ini tanpa
ditemani dengan dia. Di selingan aku mencari dompet tersebut handphone ku
berdering .
“Sudah
ketemu dompetnya?”
“Belum
, jika ingin dompetnya ketemu dengan cepat bantu cari!”
“Cari
aja sendiri. Coba lihat ke arah jendela.”
(sekelak
melihat ke arah jendela , dan ternyata bocah ingusan ini bernyanyi)
Nyanyiannya
sempat membuat senyuman simpul dari bibirku. Setelah itu , aku keluar dari lab
sains bertujuan menemui bocah ini.
Di
selingan anak tangga tersebut , kami pun berjumpa.
“Kamu
tau bagaimana perasaanku. Aku tidak
ingin membandingkan aku dengan dia yang sudah mapan, aku hanya ingin cintailah
aku. Dan aku akan berjanji dan berusaha untuk tidak membuatmu kecewa dan
membuat air matamu keluar setetes pun. Mau kah kamu jadi kekasihku yang
mencintai ku dan memberikan kesempatan kepadaku untuk mencintaimu dan menjaga mu?”
Aku
masih saja diam bisu melihat semua ini, melihat hal yang tidak pernah
sedikitpun terbenak dalam pikiranku. Namun , aku juga harus menjawab semua itu
, pada saat ittu.
“eee..hh..mm...
(menganggukan kepala) ii..yaa..”
Mulai
dari hari itu , hari-hariku selalu dipenuhi dengan dia , aku sama sekali tidak
menyangka bahwa aku berpacaran dengan anak SMA.
Dia
sering datang menemani ku saat ku bekerja dan mulai akrab dengan teman-temanku
, namun temanku sama sekali belum mengetahui bahwa dia adalah anak sekolahan.
Tapi
, bagaimana pun semua itu disembunyikan dari temanku , akhirnya mereka
mengetahuinya juga. Mereka mengetahui bahwa ternyata dia adalah anak sekolahan.
“aku tahu bahwa dia anak SMA. Sadar, kamu ini
seorang wanita yang sudah berusia 26 tahun , sudah seharusnya kamu mencari
sosok pria yang serius , bukanlah anak SMA yang masih bermain-main. Anak sekolahan
tidak pernah serius dalam hal percintaan.”
Mendengar
omongan dari temanku , aku menjadi selalu berpikir tentang hal itu. Dan menceritakan
semuanya kepada dia , namun dia menyikapinya dengan dewasa.
“Semua
itu sudah aku pikirkan. Setelah aku tamat kuliah nanti aku akan mengambil alih
bisnis dari milik ayahku , dan itu saat aku berusia 28 tahun dan kamu 36 tahun.
Aku telah merencanakan masa depanku bersamamu. Dan di saat waktu itu nanti
datang , aku ingin kamu mengikatkan dasi ku setiap pagi di saat aku berangkat
kerja nanti”.
Mendengar
omongan dewasa dari dia , aku semakin yakin bahwa dia adalah seorang bocah
ingusan yang memiliki pemikiran yang dewasa.
Hari
demi hari kami jalani bersama , berbagai masalah yang datang kami sikapi
bersama dengan dewasa.
Terkadang
usia pun tidak memandang ketika seorang pria berkomitmen dengan omongannya.
Tak
memperdulikan omongan dari mereka :)





Tidak ada komentar:
Posting Komentar